Indonesia adalah
Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah
dasar cita – cita para pejuang bangsa ini. Negara yang masyarakatnya sadar akan
keberadaan Hukum, menjadikan Hukum sebagai tameng yang mampu melayani seluruh masyarakat
Indonesia tanpa ada Diskriminasi, pandang ras, jabatan, status dan strata
sosialnya.
Di dalam Negara Hukum, kekuasaan negara di
batasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga Aparatur Negara tidak bertindak dan
berlaku sewenang-wenang, menyalahgunakan kekuasaan, dan Deskriminatif dalam
praktik penegakkan hukum kepada warga negaranya.
Ironisnya, keadilan di
indonesia belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Bagaimana
hukum di INDONESIA? Kebanyakan orang akan menjawab hukum di Indonesia itu
yang menang yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman
dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar.
Orang
biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan
dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi
uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Patut menjadi tanda tanya besar, mengapa hal
di atas bisa terjadi? Karena konsep keadilan yang tidak di terapkan secara
benar dan tepat. Bisa di katakan keadilan hanya ada dan berpihak pada penguasa.
Seakan orang kecil hanya di permainkan dan menjadi penonton setia drama negara
ini.
Itulah
jawaban menurut pandangan saya yang menunjukan penegakan hukum di Indonesia
belum dijalankan secara adil. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum
di Indonesia.
Reformasi secara etimologis berasal dari
kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara
semantik bermakna “make or become better by removing or putting right what
is bad or wrong”. Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat,
dalam arti bahwa perkembangan akan
menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan perkembangan tersebut. Reformasi juga bermakna
sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan
memelihara (to change
while preserving).
Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan
berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan
proses perubahan yang terencana dan bertahap.
1) Gerakan Reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
Makna reformasi
dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan
perubahan yang mengatas namakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan
gerakan reformasi itu sendiri.
Secara harfiah reformasi memiliki makna, suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi
syarat-syarat sebagai berikut :
1) Gerakan Reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
Masa pemerintahan ORBA(Orde Baru) banyak terjadi suatu
penyimpangan-penyimpangan, misalnya lambatnya penanganan kasus pelanggaran
hukum serius, khususnya kejahatan kemanusiaan (kasus pembunuhan 1965-1966,
kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa, dll.). Bermacam- macam kasus
KKN Suharto (kasus korupsi Jamsostek yang diloloskan Suharto saat masih
berkuasa.). Penanganan kasus korupsi Suharto yang terkesan diperlambat karena
masalah kesehatan. Asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi
yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang
tubuh UUD 1945.
2) Gerakan Reformasi dilakukan harus dengan
suatu cita-cita yang jelas
(landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada
prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi
yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa
dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana
yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
3) Gerakan Reformasi dilakukan dengan
berdasar pada suatu acuan reformasi.
Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu
perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada, karena
adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta
sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana
terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Reformasi harus mengembalikan
dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya
sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya
perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh
penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri
harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus
diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan
dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa
rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segala aspek
kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada
Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa
reformasi dan demokrasi”.
Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai
manusia yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan
kesatuan bangsa. Atas dasar syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus
tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita
dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi
akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian
hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih
terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara
terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional
dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius. Reformasi yang
berjalan dengan baik akan menciptakan suatu keadilan bagi rakyat dalam
penyelenggaraan sosialisasi bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Adil
itu sendiri adalah sifat perbuatana manusia. Menurut arti katanya “adil”
artinya tidak sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain.
Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat berupa keadaan :
a. Sama
(seimbang), Nilai yang tidak berbeda
b. Tidak
berat sebelah, perlakukan yang sama dan tidak pilih kasih
c. Wajar,
seperti apa adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
d. Patut
/ layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis dan proporsional
e. Perlakuan pada
diri sendiri sama seperti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya
Untuk membuat
nilai-nilai ini bisa kembali menjadi pedoman dan pengamalan dalam
keseharian warga
negara Indonesia, maka sudah seharusnya pemerintahan
otoriter di Indonesia untuk memprogram ulang otak bangsa kita dengan suatu doktrin
nilai – nilai sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di
negara Indonesia. Pemerintahan otoriter sangat diperlukan ketika berhadapan
dengan masyarakat yang tak bermoral, tak terkendali, tak mau diatur, dan merasa
dirinya adalah kebenaran itu sendiri tanpa sadar bahwa mereka hidup bersama
dengan orang lain.
Saran yang dapat saya berikan selaku pemuda bangsa,yaitu
bangsa indonesia yang berfalsafah Pansacila, sudah seharusnya untuk saling
bersikap adil baik dalam kehidupan sosial di lingkungan masyarakat,bangsa dan
negara. Sesuai dengan Tuntutan Sila ke-5 Pancasila yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”.
Sebagai warga
negara yang taat Hukum dan mempunyai jiwa patriot, semestinya mengajak warga
negara Indonesia yang lain untuk mendukung dan bersama-sama memperjuangkan dan menegakkan
Keadilan, agar bingkai Bhineka Tuggal Ika kuat tertanam dalam diri warga negara
Indonesia terutama pada generasi muda penerus bangsa.