Jumat, 30 Mei 2014

Reformasi Hukum demi Keadilan




Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah dasar cita – cita para pejuang bangsa ini. Negara yang masyarakatnya sadar akan keberadaan Hukum, menjadikan Hukum sebagai tameng yang mampu melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa ada Diskriminasi, pandang ras, jabatan, status dan strata sosialnya.

Di dalam Negara Hukum, kekuasaan negara di batasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga Aparatur Negara tidak bertindak dan berlaku sewenang-wenang, menyalahgunakan kekuasaan, dan Deskriminatif dalam praktik penegakkan hukum kepada warga negaranya.

Ironisnya, keadilan di indonesia belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
         
          Bagaimana hukum di INDONESIA? Kebanyakan orang akan menjawab hukum di Indonesia itu yang menang yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar.    
Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya.

Patut menjadi tanda tanya besar, mengapa hal di atas bisa terjadi? Karena konsep keadilan yang tidak di terapkan secara benar dan tepat. Bisa di katakan keadilan hanya ada dan berpihak pada penguasa. Seakan orang kecil hanya di permainkan dan menjadi penonton setia drama negara ini.

Itulah jawaban menurut pandangan saya yang menunjukan penegakan hukum di Indonesia belum dijalankan secara adil. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum di Indonesia.
Reformasi secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantik bermakna “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”. Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut.  Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change while  preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap.

Makna reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatas namakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri.
Secara harfiah reformasi memiliki makna, suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.

 Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :

1)      Gerakan Reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
Masa pemerintahan ORBA(Orde Baru) banyak terjadi suatu penyimpangan-penyimpangan, misalnya lambatnya penanganan kasus pelanggaran hukum serius, khususnya kejahatan kemanusiaan (kasus pembunuhan 1965-1966, kasus penjarahan toko-toko milik warga Tionghoa, dll.). Bermacam- macam kasus KKN Suharto (kasus korupsi Jamsostek yang diloloskan Suharto saat masih berkuasa.). Penanganan kasus korupsi Suharto yang terkesan diperlambat karena masalah kesehatan. Asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.

      2)      Gerakan Reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas
(landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.

      3)      Gerakan Reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi.
Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.         

       Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segala aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.

 Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius. Reformasi yang berjalan dengan baik akan menciptakan suatu keadilan bagi rakyat dalam penyelenggaraan sosialisasi bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 Adil itu sendiri adalah sifat perbuatana manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat berupa keadaan :
a.    Sama (seimbang), Nilai yang tidak berbeda
b.    Tidak berat sebelah, perlakukan yang sama dan tidak pilih kasih
c.    Wajar, seperti apa adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
d.   Patut / layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis dan proporsional
e. Perlakuan pada diri sendiri sama seperti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya


Untuk membuat nilai-nilai ini bisa kembali menjadi pedoman dan pengamalan dalam keseharian warga negara Indonesia, maka sudah seharusnya pemerintahan otoriter di Indonesia untuk memprogram ulang otak bangsa kita dengan suatu doktrin nilai – nilai sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di negara Indonesia. Pemerintahan otoriter sangat diperlukan ketika berhadapan dengan masyarakat yang tak bermoral, tak terkendali, tak mau diatur, dan merasa dirinya adalah kebenaran itu sendiri tanpa sadar bahwa mereka hidup bersama dengan orang lain.

Saran yang dapat saya berikan selaku pemuda bangsa,yaitu bangsa indonesia yang berfalsafah Pansacila, sudah seharusnya untuk saling bersikap adil baik dalam kehidupan sosial di lingkungan masyarakat,bangsa dan negara. Sesuai dengan Tuntutan Sila ke-5 Pancasila yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Sebagai warga negara yang taat Hukum dan mempunyai jiwa patriot, semestinya mengajak warga negara Indonesia yang lain untuk mendukung dan bersama-sama memperjuangkan dan menegakkan Keadilan, agar bingkai Bhineka Tuggal Ika kuat tertanam dalam diri warga negara Indonesia terutama pada generasi muda penerus bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tutur kata cermin pribadi cerdas ^^